Keliru, Bangsa Eropa Ternyata Pernah Berburu Mumi untuk Dijadikan Obat

by

RUBRIK.ID–Pada zaman kelam dalam sejarah Eropa, orang-orang berpikir kanibalisme baik untuk kesehatan. Karenanya, memakan mumi Mesir pernah menjadi tren di Eropa.
Mereka meyakini bahwa sisa-sisa mumi yang dihaluskan dan diberi pewarna dapat menyembuhkan bermacam penyakit, mulai dari pes hingga sakit kepala. Tak heran, mayat-mayat orang Mesir kuno yang dibalut perban punya daya tarik tersendiri di masa Abad Pertengahan hingga abad ke-19.

Meski rasanya tidak enak, orang Eropa di zaman itu terpaksa menelannya karena meyakini khasiatnya. Ada salah satu produk obat bernama Mumia, laris pada masanya.

Dikutip dari The Conversation, Mumia diekstrak dari tubuh mumi dan dikonsumsi rutin selama berabad-abad oleh orang kaya maupun miskin. Obat yang dibuat dari sisa-sisa mumi yang dibawa dari makam Mesir kembali ke Eropa ini, banyak dijual di apotek.

Ketika antibiotik belum ditemukan, dokter zaman dulu bahkan meresepkan tengkorak, tulang, hingga daging yang dihaluskan untuk mengobati berbagai penyakit, mulai sakit kepala hingga mengurangi pembengkakan atau pemulihan wabah.

Namun, dari banyak orang yang meyakini mumi bisa jadi obat, Guy de la Fontaine, seorang dokter kerajaan, meragukan Mumia sebagai obat berkhasiat.

Pasalnya, ada mumi palsu yang beredar, dibuat dari petani yang meninggal di Alexandria pada 1546. Dengan begitu, orang-orang berpotensi ditipu dengan memakan mumi palsu,” kata Fontaine mengungkap alasannya.

Akibat adanya pemalsuan ini, ditambah pasokan mumi Mesir kuno tak bisa mencukupi kebutuhan, orang-orang mulai bergeser untuk membeli daging dan darah segar (manusia yang baru meninggal) untuk dijadikan obat dan diklaim lebih berkhasiat. Klaim daging dan darah segar lebih berkhasiat ini bahkan diamini oleh sosok bangsawan paling dihormati kala itu.

Sementara itu, para ahli meyakini apoteker dan dukun masih meracik obat mumi hingga abad ke-18.

Raja Inggris Charles II, misalnya, berani mengonsumsi obat yang terbuat dari tengkorak manusia setelah menderita kejang. Obat dari tengkorak manusia ini digunakan hingga 1909, di mana dokter bisa meresepkannya bagi mereka yang mengalami gangguan kondisi neurologis.

Untuk keluarga kerajaan dan masyarakat dari kelas elit sosial, makan mumi tampaknya menjadi obat yang bergengsi karena dokter mengklaim mumi dibuat dari firaun.

Tradisi Pesta Membongkar Mumi
Di abad ke-19, orang-orang tidak lagi mengonsumsi mumi untuk menyembuhkan penyakit. Namun orang-orang zaman Victoria mengadakan pesta yang lebih menantang.

Mereka mengadakan sebuah pesta yang dikhususkan untuk membuka sisa-sisa mumi Mesir kuno. Di pesta itu, tuan rumah akan menghibur para tamunya dengan membuka bungkus mumi.

Ketika perban terbuka, daging, dan tulang kering muncul, orang akan berbondong-bondong mendekatinya dan melihatnya. Ini menciptakan hiburan tersendiri, pesta bersama mumi sambil minum-minuman keras. Pesta membuka mumi berakhir pada abad ke-20. Sensasi mengerikan tampaknya telah memberikan kesan tak lazim dan dinilai menghancurkan peninggalan arkeologis.

Mumi Modern
Pada tahun 2016, Egyptologist John J. Johnston menjadi tuan rumah pembukaan mumi publik pertama sejak 1908. Sebagian merupakan unsur seni, sebagian sains, dan sebagian lagi pertunjukan. Johnston menciptakan rekreasi tentang bagaimana rasanya hadir di sebuah Pembukaan Mumi di periode Victoria. Saat ini, pasar gelap penyelundupan barang antik, termasuk mumi, bernilai sekitar USD 3 miliar.

Tidak ada dokter yang menyarankan untuk memakannya. Tapi iming-iming bahwa mumi bisa menyembuhkan penyakit tetap beredar. Mumi masih diburu untuk dijual, dieksploitasi, dan menjadi komoditas bernilai fantastis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.